STANDAR KOMPETENSI HUMAS
Efektif per
Februari 2008 lalu, Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi (Depnakertrans)
telah menetapkan Keputusan Menteri Nomor : KEP. 39/MEN/II/2008 tentang Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan. SKKNI Bidang
Kehumasan disusun oleh Tim Panitia Kerja yang beranggotakan para profesional
akademisi maupun praktisi bidang Komunikasi dan diketuai langsung oleh Menteri
Komunikasi dan Informasi, Republik Indonesia. SKKNI Bidang Kehumasan merupakan
terobosan yang sangat positif bagi perkembangan profesi humas di Indonesia.
KERANCUAN
MULTI-ENTRY
Globalisasi yang terjadi di seluruh belahan dunia saat
ini telah menghilangkan sekat-sekat geografis sehingga mengakibatkan dunia
seolah menjadi sebuah wilayah tanpa batas. Kehidupan yang serba mengglobal ini
pada gilirannya mempengaruhi segala aspek kegiatan dunia usaha dan berbagai
profesi di dalamnya tidak terkecuali profesi public relations.
Di negara-negara maju, Public Relations atau
hubungan masyarakat (humas) telah menjadi profesi yang sangat bergengsi dan
terus berkembang (emerging profession) secara pesat. Namun di Indonesia,
ilmu Public Relations (PR) atau Kehumasan bisa jadi merupakan sebuah
ilmu yang relatif baru dikenal dibandingkan berbagai disiplin ilmu yang lain,
yang ikut menjadi 'korban' globalisasi tersebut.
Pasalnya, public relations menjadi sebuah
profesi yang cenderung multi-entry dicipliner di mana siapapun dapat
memasuki profesi ini tanpa mengsyaratkan penguasaan keilmuan tertentu, yaitu
ilmu komunikasi.
Saat ini, keberadaan profesi PR di dunia usaha pun
terus mengalami peningkatan. Artinya, dunia usaha sedikit demi sedikit telah
menyadari peran strategis PR tidak saja dalam membangun citra organisasi dan
reputasi, tapi juga berkontribusi dalam penyelenggaraan tata kelola organisasi
yang baik (Good Corporate Governance). Namun di lain pihak, peran para
praktisi PR dalam institusi/organisasi di Indonesia pada umumnya belum berada
di posisi yang layak khususnya dalam proses pengambilan keputusan, termasuk
keputusan yang berhubungan dengan peran strategis PR itu sendiri.
Dalam struktur organisasi, kedudukan departemen atau
bagian PR belum berada pada level pimpinan/manajemen atau masih jauh dari
pengambil keputusan. Kondisi tersebut, menyebabkan PR tidak dapat melaksanakan
fungsi strategisnya sebagai salah satu fungsi manajemen. Akibatnya, penempatan
SDM yang menjalankan fungsi PR belum didasarkan pada kompetensi PR dan hanya
cenderung sebagai pelengkap saja. Padahal, pada situasi yang sangat kompetitif
saat ini, para profesional PR perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan
kompetensi baik secara individul maupun institusional. Hal ini wajib diupayakan
agar para profesional PR dapat berkontribusi lebih optimal sehingga mendapatkan
penghargaan lebih baik sebagai profesional di dunia usaha.
Hal inilah yang melatarbelakangi disusunnya Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan oleh pemerintah,
dalam hal ini disusun oleh Departemen Komunikasi & Informasi Republik
Indonesia dan ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi
Republik Indonesia.
KOMPETENSI vs PROFESI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kompetensi
adalah 1) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); 2
Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah.
Gati Gayatri, Kepala Puslibang Profesi, DEPKOMINFO dalam presentasinya mengenai
“Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Profesi CIO” menjelaskan bahwa
Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang
memerlukan pelatihan ekstensif, studi, dan penguasaan pengetahuan khusus, dan
biasanya memiliki asosiasi profesional, kode etik, dan proses sertifikasi atau
perijinan. Profesionalisme – elitisme power yang didefinisikan sendiri oleh
komunitas profesi yang bersangkutan.Adapun indikator profesi adalah :
- Aplikasi
ketrampilan berdasarkan pengetahuan khusus;
- Persyaratan
pendidikan dan pelatihan tingkat lanjut atau “advanced”;
- Ujian
formal kompetensi dan admisi yang terkontrol;
- Keberadaan
asosiasi profesi;
- Keberadaan
pedoman perilaku (code of conduct) atau etika;
- Keberadaan
komitmen atau tuntutan atau rasa tanggungjawab untuk melayani publik.
Sementara indikator profesionalisme adalah :
1. Terlatih
dengan baik (well-trained);
2. Sangat
berkualitas;
3. Mampu
bekerja keras dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan clients;
4. Dapat
dipercaya (sesuai dengan gelar yang dimiliki)
Artinya, sebagai sebuah profesi, Public
Relations atau Humas juga mempunyai koridor keilmuan tertentu yang perlu
dihargai sebagaimana profesi lainnya seperti dokter, pengacara, psikolog,
psikiater, insinyur, yang tidak sembarang orang dapat mengambil alih atau meng-hand-over
pekerjaan atau profesi mereka tanpa memiliki keahlian khusus mengenai bidang
itu. Mengapa, karena profesi PR juga memiliki persyaratan-persyaratan keilmuan
yang tidak dapat diperoleh hanya dengan kursus singkat satu bulan atau seminar
1 hari, sebagaimana berbagai profesi lain mengsyaratkan proses pembelajaran
yang sangat spesifik dan tidak sederhana
SKKNI KEHUMASAN
SKKNI Bidang Kehumasan memuat mengenai 2 (dua) hal
besar ; yaitu Daftar Unit Standar Kompetensi Bidang Kehumasan dan sertifikasi
atau penggolongan petugas humas sesuai kompetensi.
Daftar Unit Standar Kompetensi Bidang Kehumasan terdiri dari 3 (tiga)
kelompok, yaitu :
1. Kelompok
Kompetensi Umum, terdiri dari 7 (tujuh) kompetensi
2. Kelompok
Kompetensi Inti, terdiri dari 54 (lima puluh empat) kompetensi
3. Kelompok
Kompetensi Khusus, terdiri dari 9 (sembilan) kompetensi
Sementara itu, berkaitan dengan penggolongan
petugas humas, KEP Menarkertrans No. KEP. 39/MEN/II/2008 menetapkan sebagai
berikut :
1. Sertifikat
III (Humas Junior)
2. Sertifikat
IV (Humas Madya)
3. Sertifikat V
(Humas Ahli)
4. Sertfikat VI
(Humas Manajerial)
Secara detail, kriteria masing-masing kompetensi dari
setiap kelompok kompetensi maupun sertifikasi dijelaskan dan dapat dipelajari
dalam KEP Menakertrans No. Kep. 39/MEN/II/2008. Rincian ini untuk mencegah
terjadinya mutitafsir mengenai penyelenggaraan sebuah kegiatan sekaligus
sebagai penyeragam tentang sebuah kompetensi bagi seluruh profesional humas di
Indonesia.
SKKNI, SKI, KPI
Bila membandingkan Daftar Unit Kompetensi Bidang
Kehumasan dengan implementasi di dunia empiris selama ini maka terlihat,
mungkin masih banyak pekerjaan yang sangat penting dan strategis yang belum
terjangkau oleh banyak biro komunikasi di berbagai institusi di Indonesia.
Sekedar mengingatkan saja, bahwa menurut Edward Louis Bernays & Ivy Lee,
keduanya dikenal sebagai Bapak Humas Modern, menegaskan :
“... public relations as a management function which tabulates public
attitudes, defines the policies, procedures and interests of an organization. .
. followed by executing a program of action to earn public understanding and
acceptance".Today, "Public Relations is a set of management,
supervisory, and technical functions that foster an organization's ability to
strategically listen to, appreciate, and respond to those persons whose
mutually beneficial relationships with the organization are necessary if it is
to achieve its missions and values." Essentially it is a management
function that focuses on two-way communication and fostering of mutually
beneficial relationships between an organization and its publics.”
Jelaslah, bahwa public relations pada dasarnya
adalah sebuah fungsi manajemen yang mengelompokan sikap publik, merumuskan
kebijakan-kebijakan, prosedur dan minat atau tujuan organisasi ... diikuti oleh
pelaksanaan program untuk menghasilkan pengertian dan penerimaan publik.
Saat ini, public relations adalah sebuah
kesatuan dari manajemen, pengawasan dan fungsi-fungsi teknis yang membantu
kemampuan sebuah organisasi untuk mendengarkan secara strategis, menghargai dan
merespon kepada pihak-pihak di mana hubungan saling menguntungkan bagi
organisasi menjadi penting jika hal itu dimaksudkan untuk mencapai misi-misi
dan nilai-nilai perusahaan.
Secara mendasar, hal ini merupakan fungsi manajemen
yang memfokuskan dalam komunikasi dua arah dan membantu hubungan yang saling
menguntungkan antara organisasi dan publiknya.Pada dunia empiris, SKKNI Bidang
Kehumasan yang digulirkan pemerintah ini tentu menjadi sebuah panduan yang
sangat membantu bagi dunia kerja khususnya dalam meningkatkan citra profesi
humas itu sendiri. Artinya, SKKNI Bidang kehumasan sangat berguna dan
memudahkan dalam menentukan peta kekuatan SDM, maupun SKI atau KPI dalam dunia
kerja khususnya bagi profesi humas di berbagai instansi.
Tidak hanya itu, dengan mengacu pada SKKNI maka
institusi dapat menempatkan atau mengembalikan pekerjaan-pekerjaan yang bisa
jadi selama ini bukan menjadi urusan kehumasan. Akhirnya, berbekal KEP
Menakertrans No. 39/MEN/II/2008 ini maka institusi pun dapat memberikan
apresiasi, reward (penghargaan) kepada setiap profesional PR secara obyektif,
jujur dan transparan sesuai kompetensi atau sertifikasi tersebut.
Di Indonesia, mungkin belum semua profesi memiliki
standar kompetensi kerja nasional karena pemerintah mungkin juga belum
menetapkan untuk itu. Namun, SKKNI Bidang Kehumasan selayaknya disambut positif
dunia usaha di Indonesia karena sangat bermanfaat dalam meningkatkan
profesionalisme PR maupun institusional di seluruh Indonesia. Di masa yang akan
datang, pemerintah akan terus melakukan pengembangan dan perbaikan SKKNI Bidang
Kehumasan secara periodik mengikuti perkembangan jaman.
IT'S NOW OR NEVER
SKKNI Bidang Kehumasan sudah selayaknya disambut
gembira oleh para praktisi kehumasan. Keberadaan SKKNI Kehumasan jelas sangat
membantu profesi humas agar menjadi tuan rumah di bidang keilmuannya sendiri.
Sebagaimana diketahui bersama, begitu banyak praktisi humas yang tidak memiliki
latar belakang akademis yang relevan dengan profesi kehumasan.
Akibatnya, para sarjana komunikasi pun terlewati oleh berbagai profesi lain
yang dianggap mampu sebagai substitusi dan mengambil alih kue para praktisi
humas yang berbekal akademis kehumasan atau komunikasi.Sebaliknya, SKKNI Bidang
Kehumasan pun dapat menjadi bumerang, bila para intelektual komunikasi tidak
mampu bersaing dengan para praktisi humas yang sudah ada yang notabene memiliki
kemampuan setara atau bahkan lebih baik dari para intelektual humas itu
sendiri.
RESEARCH IS A MUST
Pekerjaan kehumasan pada dasarnya mengutamakan dan
berorientasi pada riset. Artinya, nilai lebih inilah yang dimiliki para
praktisi humas yang berlatar belakang ilmu komunikasi khususnya ilmu kehumasan.
Keunggulan ini tentu tidak dimiliki oleh praktisi lain yang tidak berlatar
belakang akademis komunikasi atau kehumasan. Riset pula-lah yang menjadi salah
satu kompetensi yang harsu dikuasai oleh profesional humas pada tingkat ahli
dan manajerial.
Persoalannya, gejala yang ditemui saat ini di dunia
pendidikan bidang komunikasi di Indonesia, tidak semua institusi pendidikan
yang melahirkan sarjana komunikasi memiliki kemampuan yang digdaya mengenai riset
komunikasi. Akibatnya, saat ini banyak sarjana komunikasi yang tidak menguasai
riset komunikasi. Tentu, hal ini menjadi tugas rumah tersendiri yang sangat
serius bagi para praktisi komunikasi di Indonesia. Bila hal ini tidak
diperhatikan, maka SKKNI Bidang Kehumasan pun akan menjadi tidak berguna,
karena sangat sedikit praktisi kehumasan yang mampu memenuhi kriteria
kompetensi yang disyaratkan dalam SKKNI Bidang Kehumasan.